Sabtu, 26 Mei 2012

KRONIK TERBENTUKNYA KABUPATEN BARITO UTARA

 

KRONIK TERBENTUKNYA KABUPATEN BARITO UTARA

Beberapa catatan/data ringkas yang bersumber dari pihak Belanda antar lain dari BOSHRIJVING VAN   ZUID Borneo (1838), Kronik van Banjarmasin (disertasi 1828), Banjarmasin on de Compagnie   disertasi 1931), Banjarmasinsche krijg 1859-1863 dan kroniek der Zuider en Ooosteragdeeling van Borneo (karangan Einsnburger 1936 dan lain-lain. 
1365 M Nama Barito sebagai nama suatu sungai besar yang dimaksudkan pula sebagai nama kawasan Barito terdapat dalam Naskah NEGARAKERTAGAMA, karangan Pujangga PRAPANCA dari Majapahit.  
1400 M Hikayat Banjar yang naskahnya terdapat dalam Perpustakaan British Museum of London ada menyebutkan mengenai rakyat dari beberapa daerah di Kalimantan termasuk kawasan Barito turut menyampaikan Selamat kepada Pangeran SURYANATA dari Majapahit selaku Raja Banjar yang pertama. 
1526M Hikayat Banjar menurut PATIH BANDAR MASIH di Banjarmasin menyampaikan pengumuman keberbagai daerah termasuk kawasan Barito dan tentang Pangeran Samudra yang telah berhasil menjadi Raja Banjar. 
1590M Peter Vantimaglia, seorang Rohaniawan Portugis di Banjarmasin. Setahun kemudian beliau mudik Sungai Barito menuju tanah Dusun dalam rangka mengembangkan agama Kristen. Setelah mengunjungi 15 bh kampung, tepatnya di Muara Montallat tidak terdengar lagi beritanya. 
1792M Pelda Hartman mendapat perintah melakukan ekspedisi ke tanah Dusun. Disekitar Muara Teweh di Lewu Tanjung Layen terjadi perkelahian dengan rakyat, Hartman dengan 4 orang anggotanya gugur. 1798M Dengan Staatregeling tahun 1798 sebutan VOC dihapuskan. 
1825M Perlawanan Pembekal Kendet di Marabahan (Perang Pelukan), perlawanan dapat dipatahkan Belanda, sejak itu Marabahan dan tanah usun dimasukkan langsung ke bawah Pemerintahan Belanja, benteng Marabahan didirikan. 
1845M Penentuan batas kerajaan Banjar, Marabahan, Tanah Dusun dan Tanah Dayak (Kapuas) dimasukkan kedalam Murung gebied (wilayah murung) dengan Kepala Pemerintahannya adalah Komandan Benteng Marabahan. 
1859M Perang Banjar. Pada tanggal 26 Desember 1859 kapal perang ONRUST dengan setengah Kompi Marinir dibawah pimpinan Kapteng Van der Velde dan 42 orang awak kapal dibinasakan pejuang rakyat di Lewu LUTUNG TUWUR disebelah hilir Muara Teweh termasuk Lettu Bangaert (Komandan Benteng Marabahan). 
1860M Pada tanggal 9 Februari 1860 serdadu Belanda mengadakan serangan balasan atas tenggelamnya kapal perang ONRUST. Luntung Tuwur digempur dengan meriam dan dibumi hanguskan 4 (empat) orang pejuang yang masih bertahan disanan gugur. 
- 12-10-1949 MN 1001 MTKI dpb.Mayor Koestam Alwi. 
- 01-11-1949 Terbentuknya Divisi Lambung Mangkurat/TNI-AD dibawah pimpinan Letkol Hasan Basri 
- 13-12-1949 GRRI dpb.Letda P.K.Sawong. 
27-12-1949 Terbentuknya TTK (Tentara dan Teritorium Kalimantan) dibawah pimpinan Panglima Letkol Soekanda Bratamenggala, terbagi dalam 4 STM (Sub Teritorium Kalimantan). STM I di Daerah Banjar dan Kalikmantan Tenggara, STM II meliputi kawasan Dayak Besar dan Kotawaringin Timur dan STM III meliputi Kalimantan Timur dan STM IV wilayah Kalimantan Barat.STM I dibawah pimpinan Letkol.Hasan Basri 
STM II dibawah pimpinan Kapten Moelyono 
Pada tanggal 22-02-1949 serangan Belanda diulangi dengan tambahan beberapa buah kapal perang lagi dan 2 kompi KNIL. Kapal perang Belanda bernama SURINAME mengalami kerusakan berat, ketelnya pecah kena tembakan meriam, 70 awak kapal gugur. Dipihak pejuang rakyat gugur 4 (empat) orang yaitu : 
Sang Ali, seorang perantauan asal Aceh yang melarikan diri. 
Ngarayan Yakamal Gst.Djamal Batu Kamal 
Pertempuran dibawah pimpinan langsung oleh Pangeran Antasari dibantu oleh Tumenggung Surapati, Tumenggung Marta Lahew seorang Srikandi Barito dan Tumenggung Roepa. 11-06-1860 Kerajaan Banjar dihapuskan dan dimasukkan kedalam kekuasaan Belanda. 1861M Tanggal 21 Mei 1861 s.d. 1 Juni 1861 pertempuran di Gunung Tongka dalam Sungai Montallat, 4 Kompi Tentara Belanda hancur, tidak terhitung yang gugur ditempat-tempatm pencegatan yang dinamakan Parabah di Tanjung Ruang, antara Desa Rarawa dan Desa Malungai di Ingai dan Santalar. 
Selanjutnya dalam Seminar hari jadi kota Muara Teweh disepakati menetapkan tanggal 27 Juli 1792 sebagai Hari Jadi Kota Muara Teweh.  

Sejarah Singkat Kabupaten Barito Utara 


Berdasarkan Peraturan Swapraja Tahun 1938, maka pada tanggal 27 Desember 1946 Pemerintah NICA di Banjarmasin membentuk sebuah badan bernama Dayak Besar, dengan wilayah kekuasaan meliputi Kapuas Barito.

Namun, sebenarnya upaya Belanda tersebut tidak lebih sebagai niat busuk untuk menancapkan kembali kuku jajahannya di Indonesia, yakni dengan cara memecah belah negara kesatuan menjadi negara bagian. Tetapi, jida n semangat rakyat Kalimantan yang pada saat itu tetap setiap pada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemudian atas desakan seluruh rakyat, pada tanggal 14 April 1949, maka Dewan Dayak Besar mengeluarkan pernyataan secara resmi meleburkan diri kedalam negara Kesatuan RI. Tindakan tegas Dewan Dayak Besar itu kemudian diikuti pula oleh negara-negara bagian lainnya di Kalimantan. 

Secara bertahap, dalam upaya menetapkan status secara de facto dan de jure, atas wilayah bekas negara-negara bagian buatan Belanda ke dalam wilayah hukum Pemerintah RI, maka Presiden RI mengeluarkan Surat Keputusan pada tanggal 14 April 1950, No.133/S/9 tentang Penetapan Pengahapusan status Daerah Banjar, Daerah Dayak Besar, Daerah Kalimantan Tenggara sebagai negara bagian RIS, dan langsung masuk kedalam wilayah Pemerintah RI, yang saat itu berkedudukan di Yogyakarta. 

Guna menetapkan status dan pembagian wilayah, dari bekas negara-negara bagian tersebut, maka Mendagri RI berdasarkan UU No.22 Tahun 1946, melalui SK pada 29 Juni 1950 No.0.17/15/3, menetapkan daerah-daerah di Kalimantan yang sudah bergabung dalam wilayah RI, yang terbagi atas 5 ( lima) wilayah Kabupaten, yaitu : 
- Kabupaten Banjar berkedudukan di Martapura 
- Kabupaten Hulu Sungai berkedudukan di Kandangan 
- Kabupaten Kotabaru berkedudukan di Kotabaru 
- Kabupaten Barito berkedudukan di Muara Teweh 
- Kabupaten Kotawaringin Timur berkedudukan di Sampit 

Selain 5 ( lima) Kabupaten tersebut, Pemerintah RI juga menetapkan wilayah daerah swapraja yaitu Swapraja Kutai, Berau dan Bulungan, yang masing-masing berkedudukan di Samarinda, Berau dan Bulungan. Untuk melaksanakan ketetapan tersebut Gubernur Kalimantan pada tanggal 3 Agustus 1950 menmgeluarkan SK No.154/OPB/92/04, yang mkerupakan dasar bagi daerah untuk melaksanakan SK Mendagri dimaksud. Sejak itu, lahirlah Kabupaten Barito dengan wilayah meliputi kewedanaan Barito Hulu, Barito Tengah dan Kewedanaan Barito Timur yang berkedudukan di Muara Teweh. 

Dalam Perkembangan berikutnya, lahirlah UU Darurat No.3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kabupaten / Daerah Istimewa Tingkat Kabupaten/Kota Besar dalam lingkungan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan UU Darurat inilah, untuk pertama kalinya diadakan penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom. 

Dalam kontek kembalinya wilayah-wilayah tersebut, kedalam pangkuan negara Kesatuan RI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka melalui SK Mendagri RI pada 27 April 1951 dengan No.115/7/4/28, diangkatkan George Obos sebagai Bupati Kabupaten Barito. Sementara C.Luran akhirnya terpilih sebagai Ketua DPRD Kabupaten Barito yang pertama. 
6 (enam) tahun kemudian lahirlah UU No.27 Tahun 1959 tentang Penetapan UU Darurat No.3 Tahun 1953 menjadi UU tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan. Sebagai realisasi dari UU itu, maka pada 1960 Kabupaten Barito dibagi menjadi 2 (dua) Kabupaten, yakni Kabupaten Barito Utara ibukotanya di Muara Teweh dan Kabupaten Barito Selatan ibukotanya di Buntok. Berdasarkan kajian sejarah tersebut, maka ditetapkanlah hari jadi Kabupaten Barito Utara yakni pada tanggal 29 Juni 1950 ditandai dengan keluarnya Keputusan Mendagri No.C.17/15/3 tanggal 29 Juni 1950 tentang Pembentukan Daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Hari jadi Kabupaten Barito Utara tanggal 29 Juni 1950 tersebut disetujui DPRD Kabupaten Barito Utara melalui SK tanggal 9 Nopember 1985 No.55/SK-DPRD/1985 dan Keputusan Bupati Barito Utara tanggal 10 Pebruari 1986 No.74 Tahun 1986. Dengan demikian pada 29 Juni 2005 ini Kabupaten Barito Utara sudah memasuki usia yang ke-55 tahun.
 Pada awalnya, wilayah Kabupaten Dati II Barito Utara sebagai daerah otonom membawahi wilayah kabupaten administrasi Murung Raya, dengan ibukotanya di Puruk Cahu. Dalam Struktur Pemerintahan, Kabupaten Administrasi Murung Raya mengkoordinir 5 (lima) Kecamatan yang terletak dibagian utara sungai barito, meliputi Kecamatan Murung, Sumber Barito, Tanah Siang, Laung Tuhup, Permata Intan. 

Selanjutnya, menyesuaikan dengan keberaan UU No.5 Tahun 1974, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maka sejak tahun 1982 Kabupaten Administrastif Murung Raya diubah statusnya menjadi Kantor Pembantu Bupati Wilayah Murung Raya dengan ibukota tetap di Puruk Cahu. Siiring perkembangan wilayah, khususnya dalam kaitan perkembangan pemerintahan, dan pembangunan, maka wilayah Kabupaten Barito Utara dengan 1 (satu) wilayah Pembantu Bupati dan 11 (sebelas) Kecamatan, yaitu wilayah Pembantu Bupati yaitu Kecamatan Murung, Laung Tuhup, Tanah Siang, Sumber Barito, Permata Intan, Kecamatan Teweh Tengah, Montallat, Gunung Timang, Lahei, Teweh Timur dan Gunung Purei. Pada saat itu wilayah Kabupaten Barito Utara masih sangat luas, yakni mencakup wilayah seluas 32.000 KM 2, terluas ketiga setelah Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kapuas.
Setelah adanya pemekaran Kabupaten pada Tahun 2002, Wilayah Pembantu Bupati Barito Utara Wilayah Murung Raya menjadi Kabupaten Murung Raya dengan Ibukota Puruk Cahu, maka Kabupaten Barito Utara mempunyai luas wilayah +/- 8.300 Km2, dengan 6 Kecamatan yakni Kecamatan Teweh Tengah, Montallat, Gunung Timang, Teweh Timur, Gunung Purei dan Lahei. 
Nama - nama Kepala Daerah yang pernah menjabat di Kabupaten Barito Utara, sejak 1951 sampai sekarang, adalah : 
- Georger Obos (1951-1954) 
- Barnstein Baboe (1954-1956) 
- M.Saleh (1956-1956) 
- Sepener Botor (1956-1957) 
- M.Dirham (1958-1959) 
- Samsi Silam (1959-1966) 
- H.Abdul Moehir (1966-1969) 
- Yetro Sinseng (1969-1977) 
- Drs. E.Hosang (1977-1988) 
- Drs. H.A.Dj.Nihin (1988-1998) 
- Ir. H.Badaruddin (1998-2003) 
- Ir.H.Acmhad Yuliansyah, MM (2003-sekarang) 

Asal Nama Muara Teweh

Yang perlu dijelaskan lebih jauh di sini adalah bagaimana asal muasal nama Muara Teweh itu sendiri. Secara harfiah, Tumbang berarti Muara dan Tiwei Artinya mudik dan juga identik dengan nama ikan kecil Seluang Tiwei, yang biasanya selalu mudik ke sungai Barito setiap tahun. Sebagaimana artinya, Tiwei yang berati mudik, maka Sungai Tiwei yang bermuara di Sungai Barito, arusnya mudik melawan arus Sungai Barito dan kemudian baru balik mengikuti arus ke selatan.

Penyebutan Tumbang Tiwei yang kemudian menjadi Muara Teweh terjadi karena pola sebutan penyeragaman kota se Kalimantan Tengah oleh Belanda pada saat itu. Seperti halnya Tumbang Kapuas disebut Kuala Kapuas, Tumbang Kurun disebut Kuala Kurun, Tumbang Pembuang disebut Kuala Pembuang dan Tumbang Montallat disebut Muara Montallat, dan lain-lain. 

Dari persfektif rumpun bahasa Dusun Barito, maka asal nama kota Tumbang Tiwei yang kemudian berubah menjadi Muara Teweh, dapat disimpulkan sebagai berikut: 
Dalam kumunitas Suku Bayan Dusun Pepas, disebut Nangei Tiwei (Nangei=Tumbang, Muara; Tiwei=Ikan Seluang Tiwei). 
Pada komunikasi Suku Bayan Bintang Ninggi, disebut Nangei Musini (Nangei Musini=Muara Musini). 
Pada Komunitas Suku Dusun Taboyan Malawaken, disebut Ulung Tiwei (Ulung Tiwei= Muara Tiwei, di mana Ulung Tiwei ini merupakan rumpun bahasa sebelah Timur/Mahakam. Misalnya, Ulung Ngiram disingkat Long Ngiram, jadi Ulung Tiwei disingkat Long Tiwei). 
Pada komunitas Dusun Bakumpai/Kapuas, disebutkan Tumbang Tiwei (Tumbang Tiwei= Muara Tiwei, yang kemudian oleh kolonial Belanda dimelayukan menjadi Muara Teweh).
Lebih Jauh, penyebutan nama kota Muara Teweh yang berasal dari kata Tumbang Tiwei tersebut tampaknya sejalan adanya suku-suku Dusun Barito Utara, seperti dikutip dari buku Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan, karya Tjilik Riwut (Mantan Gubernur Kalimantan Tengah). 
Demikianlah, asal-usul nama kota Muara teweh dan jenis Suku Dusun Barito Utara. Kendatipun sama Dusunnya dan sama Dayaknya, akan tetapi Belanda malah membedakan sebutan Suku Dusun Barito dan Suku Dusun Kapuas-Kahayan. Suku Dusun Barito yang berdiam di Tanah Dusun (Doesen Landen), disebutnya Dusun Barito, Sedangkan Suku Dusun yang berdiam di Kapuas -Kahayan, disebutnya Dayak Kapuas Kahayan. Tak jelas, apa makna dan tendensi dari penyebutan mana yang berbeda tersebut. 
Pada masa lalu, banyak rumah betang sebagai tempat tinggal komunitas penduduk Barito Utara. Diantaranya rumah betang Lebo Lalatung Tour, Pendreh, Bintang Ninggi, Lemo, Lebo Tanjung Layen, Butong, Lanjas, Nihan, Papar Pujung dan Konut Tanah Siang (Mukeri Inas, et.al ;2004). 

Rumah Betang dan komunitas penduduk yang menjadi dasar cikal-bakal bagi komunitas Muara Teweh, yakni Juking Hara dan Tanjung Layen dengan beberapa ciri pertanda peninggalan sejarahnya masing-masing. Juking Hara dan daerah sekitarnya adalah tempat dikuburkannya Tumenggung Mangkusari, tempat peristiwa Bukit Bendera dan Kuburan Belanda serta tempat didirikannya benteng belanda untuk pertama kalinya Tahun 1865. Sedangkan Lebo Tanjung Layen (Lebo Tanjung Kupang) tempat kedudukan kota Muara Teweh sekarang, yakni di sekitar Masjid Jami Muara Teweh, dengan sungai Kupang yaitu sungai yang membelah Simpang Merdeka dan Simpang Perwira yang ada hingga saat 

sumber : www.baritoutarakab.go.id



Tidak ada komentar:

Posting Komentar