Minggu, 08 Januari 2012

ASAL MULA KOTA MUARA TEWEH


Muara Teweh adalah ibukota kabupaten Barito Utara bagian dari provinsi Kalimantan Tengah. Penduduknya merupakan suku asli Dayak Tewoyan atau juga di sebut Dayak Taboyan, Dayak Bakumpai dan Dayak Maanyan, disamping pendatang dari daerah lain. Adapun perhutanan, pertambangan batu bara dan emas serta perkebunan kelapa sawit dan karet adalah produk andalan dari kota Muara Teweh.
Di kota Muara Teweh pernah terdapat benteng peninggalan Belanda. Lokasinya dahulu terletak pada lokasi Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Barito Utara yang sekarang. Sebagai ibu kota Kabupaten, hingga sekitar menjelang tahun 1962 masih belum terdapat kendaraan roda empat di kota ini. Transportasi darat di dalam kota biasanya dilakukan dengan menggunakan sepeda roda dua sebagai alternatif berjalan kaki. Sedangkan hubungan transportasi dengan kota-kota lain disekitarnya, umumnya dengan memanfaatkan transportasi sungai, melalui sungai Barito. Di pinggiran sungai Barito ini dapat pula terlihat rumah-rumah apung yang dalam bahasa setempat disebut rumah lanting. Kendaraan roda 4 baru masuk di kota ini sekitar tahun 1962, di mulai dengan hadirnya 1 buah mobil jeep (Gaz) dan 1 buah truck, kendaraan dinas yang dimiliki oleh militer.


 Dari persfektif rumpun bahasa Dusun Barito, maka asal nama kota Tumbang Tiwei yang kemudian berubah menjadi Muara Teweh, dapat disimpulkan sebagai berikut:
  • Dalam komunitas Suku Bayan Dusun Pepas, disebut Nangei Tiwei (Nangei=Tumbang, Muara; Tiwei=Ikan Seluang Tiwei).
  • Pada komunikasi Suku Bayan Bintang Ninggi, disebut Nangei Musini (Nangei Musini=Muara Musini).
  • Pada Komunitas Suku Dusun Taboyan Malawaken, disebut Ulung Tiwei (Ulung Tiwei= Muara Tiwei, di mana Ulung Tiwei ini merupakan rumpun bahasa sebelah Timur/Mahakam. Misalnya, Ulung Ngiram disingkat Long Ngiram, jadi Ulung Tiwei disingkat Long Tiwei).
  • Pada komunitas Dusun Bakumpai/Kapuas, disebutkan Tumbang Tiwei (Tumbang Tiwei= Muara Tiwei, yang kemudian oleh kolonial Belanda dimelayukan menjadi Muara Teweh).
  • Lebih Jauh, penyebutan nama kota Muara Teweh yang berasal dari kata Tumbang Tiwei tersebut tampaknya sejalan adanya suku-suku Dusun Barito Utara, seperti dikutip dari buku “Kalimantan Membangun Alam dan Kebudayaan”, karya Tjilik Riwut (Mantan Gubernur Kalimantan Tengah). 

Demikianlah, asal-usul nama kota Muara teweh dan jenis Suku Dusun Barito Utara. Kendatipun sama Dusunnya dan sama Dayaknya, akan tetapi Belanda malah membedakan sebutan Suku Dusun Barito dan Suku Dusun Kapuas-Kahayan. Suku Dusun Barito yang berdiam di Tanah Dusun (Doesen Landen), disebutnya Dusun Barito, Sedangkan Suku Dusun yang berdiam di Kapuas -Kahayan, disebutnya Dayak Kapuas Kahayan. Tak jelas, apa makna dan tendensi dari penyebutan mana yang berbeda tersebut.
Pada masa lalu, banyak rumah betang sebagai tempat tinggal komunitas penduduk barito utara. Diantaranya rumah betang Lebo Lalatung Tour, Pendreh, Bintang Ninggi, Lemo, Lebo Tanjung Layen, Butong, Lanjas, Nihan, Papar Pujung dan Konut Tanah Siang (Mukeri Inas, et.al ;2004).
Rumah Betang dan komunitas penduduk yang menjadi dasar cikal-bakal bagi komunitas Muara Teweh, yakni Juking Hara dan Tanjung Layen dengan beberapa ciri pertanda peninggalan sejarahnya masing-masing. Juking Hara dan daerah sekitarnya adalah tempat dikuburkannya Tumenggung Mangkusari, tempat peristiwa Bukit Bendera dan Kuburan Belanda serta tempat didirikannya benteng belanda untuk pertama kalinya Tahun 1865.
 
 Sedangkan Lebo Tanjung Layen (Lebo Tanjung Kupang) tempat kedudukan kota Muara Teweh sekarang, yakni di sekitar Masjid Jami Muara Teweh, dengan sungai Kupang yaitu sungai yang membelah Simpang Merdeka dan Simpang Perwira yang ada hingga saat ini.

Posisi Kabupaten Barito Utara pada 114° 27’ 00” – 115° 49’ 00” Bujur Timur dan 0° 58’ 30” Lintang Utara – 1° 26’ 00” Lintang Selatan.
Wilayah Barito Utara meliputi pedalaman daerah aliran Sungai Barito yang terletak pada ketinggian sekitar 200-1.730 m dari permukaan laut. Bagian selatan merupakan dataran rendah dan bagian utara merupakan dataran tinggi dan pegunungan.
Potensi terbesar kawasan ini ada pada sektor kehutanan, pertambangan (batubara dan emas), sedangkan untuk sektor perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Sektor kehutanan dan perkebunan karet sudah cukup lama turut menyumbang pemasukan bagi negara sedangkan sektor pertambangan seperti tambang emas juga memberi andil yang cukup besar. Tambang batu bara dan perkebunan kelapa sawit saat ini sudah mulai berproduksi yang nantinya diharapkan dapat memberikan pemasukan yang cukup besar bagi negara dan daerah.
Jumlah penduduk Kabupaten Barito Utara sekitar 120.607 jiwa dengan klasifikasi 62.439 laki-laki dan 58.168 perempuan serta jumlah Rumah Tangga sebanyak 30.445 KK (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).



6 komentar:

  1. izin untk mngcopy nya ya mas buat di blog saya, ntar saya kasih sumber dari blog anda

    BalasHapus
  2. Menurut Cerita leluhur ditanah Siang
    Suku Bakumpai adalah keturunan dari
    Para Punggawa kerajaan Islam dari
    Bandar Masih yaitu dari Gst.P.Antasari
    dan Saudaranya Gst.M.Seman kala Sang
    Sultan Gst.M Seman Tewas di Purukcahu
    (situs makamnya ada didekat Gereja GKE
    Puruk Cahu samping Polsek Murung
    Raya) maka mereka mengungsi lagi
    kedaerah Kaltim hingga malaysia dan
    para Punggawa dari kerajaan Islam
    Melayu Bandar masih tinggal sebagian
    untuk mengurus dan menjaga pusara
    sultan mereka dan mereka pada waktu
    itu tinggal dan hidup menggerumbul
    dipantai dalam rumah lanting dalam
    istilah jaman itu hidup mangumpai
    seperti gelagah air ditepi sungai hingga
    terciptalah kelompok mereka disebut
    dengan orang bakumpai menurut cerita
    orang siang mereka menyebut orang
    bakumpai tetap dengan sebutan orang
    masih karena mereka adalah keturunan
    dari orang2 melayu Bandar Masih dan
    kenyataan Orang Bakumpai 100%
    beragama Islam sebagai ciri khas orang
    Melayu dan tidak ada yg beragama
    Kaharingan sebagaimana orang Dayak
    dipedalaman pada masa penjajahan dulu
    akibat asimilasi hubungan dekat
    dikelilingi oleh suku2 Dayak Kaharingan
    terciptalah Bahasa mereka antara
    campuran melayu Masih dengan Bahasa
    Ngaju begitu juga dengan adat istiadat
    Bakumpai sangat berbeda jauh dengan
    adat istiadat orang2 atau suku dayak yg
    ada disekitar mereka. Bener gk nih ?

    BalasHapus
  3. salam kenal,
    ulasan yang bagus sekali

    BalasHapus
  4. Anonim10 Februari 2014 11.01
    Menurut Cerita leluhur ditanah Siang
    Suku Bakumpai adalah keturunan dari
    Para Punggawa kerajaan Islam dari
    Bandar Masih yaitu dari Gst.P.Antasari
    dan Saudaranya Gst.M.Seman kala Sang
    Sultan Gst.M Seman Tewas di Purukcahu
    (situs makamnya ada didekat Gereja GKE
    Puruk Cahu samping Polsek Murung
    Raya) maka mereka mengungsi lagi
    kedaerah Kaltim hingga malaysia dan
    para Punggawa dari kerajaan Islam
    Melayu Bandar masih tinggal sebagian
    untuk mengurus dan menjaga pusara
    sultan mereka dan mereka pada waktu
    itu tinggal dan hidup menggerumbul
    dipantai dalam rumah lanting dalam
    istilah jaman itu hidup mangumpai
    seperti gelagah air ditepi sungai hingga
    terciptalah kelompok mereka disebut
    dengan orang bakumpai menurut cerita
    orang siang mereka menyebut orang
    bakumpai tetap dengan sebutan orang
    masih karena mereka adalah keturunan
    dari orang2 melayu Bandar Masih dan
    kenyataan Orang Bakumpai 100%
    beragama Islam sebagai ciri khas orang
    Melayu dan tidak ada yg beragama
    Kaharingan sebagaimana orang Dayak
    dipedalaman pada masa penjajahan dulu
    akibat asimilasi hubungan dekat
    dikelilingi oleh suku2 Dayak Kaharingan
    terciptalah Bahasa mereka antara
    campuran melayu Masih dengan Bahasa
    Ngaju begitu juga dengan adat istiadat
    Bakumpai sangat berbeda jauh dengan
    adat istiadat orang2 atau suku dayak yg
    ada disekitar mereka. Bener gk nih ?

    Setau saya bakumpai itu asal usulnya dari daerah marabahan turunan dari dayak ngaju yang terpengaruh kebudayaan banjar atau melayu serta adanya kawin silang pastinya, jadi lah Bakumpai, bakumpai itu imigrasi dari marabahan naik sepanjang hulu hingga sampai kaltim

    BalasHapus
  5. Anonim10 Februari 2014 11.01
    Menurut Cerita leluhur ditanah Siang
    Suku Bakumpai adalah keturunan dari
    Para Punggawa kerajaan Islam dari
    Bandar Masih yaitu dari Gst.P.Antasari
    dan Saudaranya Gst.M.Seman kala Sang
    Sultan Gst.M Seman Tewas di Purukcahu
    (situs makamnya ada didekat Gereja GKE
    Puruk Cahu samping Polsek Murung
    Raya) maka mereka mengungsi lagi
    kedaerah Kaltim hingga malaysia dan
    para Punggawa dari kerajaan Islam
    Melayu Bandar masih tinggal sebagian
    untuk mengurus dan menjaga pusara
    sultan mereka dan mereka pada waktu
    itu tinggal dan hidup menggerumbul
    dipantai dalam rumah lanting dalam
    istilah jaman itu hidup mangumpai
    seperti gelagah air ditepi sungai hingga
    terciptalah kelompok mereka disebut
    dengan orang bakumpai menurut cerita
    orang siang mereka menyebut orang
    bakumpai tetap dengan sebutan orang
    masih karena mereka adalah keturunan
    dari orang2 melayu Bandar Masih dan
    kenyataan Orang Bakumpai 100%
    beragama Islam sebagai ciri khas orang
    Melayu dan tidak ada yg beragama
    Kaharingan sebagaimana orang Dayak
    dipedalaman pada masa penjajahan dulu
    akibat asimilasi hubungan dekat
    dikelilingi oleh suku2 Dayak Kaharingan
    terciptalah Bahasa mereka antara
    campuran melayu Masih dengan Bahasa
    Ngaju begitu juga dengan adat istiadat
    Bakumpai sangat berbeda jauh dengan
    adat istiadat orang2 atau suku dayak yg
    ada disekitar mereka. Bener gk nih ?

    Setau saya bakumpai itu turunan dari dayak ngaju namun adanya pengaruh budaya banjar hingga perkawinan campur....maka jadi lah bakumpai, dan imigrasi dari marabahan ke hulu kalteng tepatnya puruk cahu...

    BalasHapus